The Greatest Showman, sebuah film
drama musikal Amerika ini dirilis pada Desember 2017 yang menceritakan tentang
bagaimana pertunjukan terhebat dan fenomena semacam itu oleh P. T. Barnum (Hugh
Jackman) di abad kesembilan belas. Film
yang disutradarai Michael Gracey dan ditulis oleh Jenny Bicks dan Bill Condon
ini mampu meraup $264,2 juta dengan bermodalkan $84 juta.
Drama musikal ini dimulai dengan
Barnum termuda yang mencoba bertahan hidup di New York setelah ayahnya
meninggal. Ia hanyalah seorang anak tukang jahit, namun kemudian Barnum menikah
dengan Charity Hallet (Michelle Williams) dari Bourjois, cintanya saat remaja.
Barnum termotivasi menjadi pria sukses dan tidak diremehkan oleh masyarakat.
Barnum memulai usahanya naik turun hingga Barnum membuktikan kepandaiannya
dalam mengambil kesempatan bisnis pada sektor hiburan yang berujung sukses menjadi
salah satu pengusaha sukses di New York pada abad ke-19.
Taktik marketing yang brilian dari P.T Barnum ini berhasil menginspirasi
20th Century Fox untuk menciptakan film The Greatest Showman yang diperankan
oleh beberapa artis papan atas seperti Hugh Jackman, Zac Efron, Zendaya, dan
Michelle Williams. Karakter Barnum diperankan oleh Jackman.
Selain dibuat takjub dengan musikalitasnya
yang tinggi dan atraksi-atraksi sirkus yang memukau, film The Greatest Showman
juga mengandung beberapa pelajaran bisnis yang bisa memotivasi kita. Apalagi di
saat pandemi COVID-19 yang membuat perekonomian menjadi terpuruk. Berikut enam pelajaran bisnis dari film ini:
1.
Motivasi
bangkit dan pantang menyerah
Ingatkah kalian dengan adegan pembuka di film The
Greatest Showman, dimana Barnum kecil membayangkan dirinya menjadi seorang
pemilik sirkus? Sayangnya, impian tersebut belum bisa dilaksanakan karena
Barnum kecil dan ayahnya hanya hidup sebagai seorang penjahit sangat miskin.
Begitupula dengan mimpi Barnum untuk berteman dengan
Charity harus hilang karena ayah dari Charity yang tidak menerima Barnum dan
kemiskinannya. Walau begitu, Barnum tidak menyerah. Barnum menjadi pribadi yang
pekerja keras dan penuh mimpi agar bisa memberikan kehidupan makmur. Saat
dewasa, Barnum tetap meminang Charity dan dikaruniai dua orang anak perempuan. Barnum
ialah laki-laki miskin yang jatuh cinta dengan seorang gadis yang kaya raya. Kehidupan keluarga kecil mereka serba
sederhana. Barnum yang menjanjikan kehidupan bahagia untuk Charity mulai
memutar otak, terlebih ketika dia harus keluar dari perusahaan tempatnya
bekerja akibat kebangkrutan.
Kesenjangan sosial yang sangat berjarak antara
dirinya dan kekasih memotivasi Barnum untuk meraih mimpinya yang besar, apapun
yang terjadi.
2.
Ambil
kesempatan
Selain pekerja keras, Barnum juga memiliki otak
bisnis yang cemerlang. Ia mampu melihat peluang yang tidak disadari oleh
orang-orang pada zamannya.
Barnum menyadari bahwa saat itu, hiburan dan
kesenangan hanya merupakan privilege
yang dimiliki orang-orang kaya. Maka dari itu, orang-orang kelas menengah dan
ke bawah di kota New York pastinya haus akan hiburan dan kesenangan setelah
melewati aktivitas sehari-hari mereka yang membosankan.
Akhirnya, Barnum menggabungkan fantasi, 'keanehan'
dan keberaniannya untuk menghibur orang-orang biasa. Dalam film ini, kita bisa
menyadari bahwa salah satu hal terpenting adalah mengetahui pangsa pasar dan
mengisi celah yang hadir di tengah-tengah mereka.
3.
Kolaborasi
Barnum bekerjasama dengan orang-orang yang
terasingkan karena keanehan mereka. Mulai dari perempuan berjenggot sampai
orang kerdil, Barnum melihat kekurangan mereka sebagai kelebihan. Tak disangka,
pertunjukkan ini menarik minat banyak orang.
Sedikit demi sedikit uang terkumpul dari pertunjukkan
ini. Namun, bukan hidup namanya jika tanpa masalah. Pertunjukan yang dibangun
Barnum diprotes oleh warga sekitar, bahkan mendapat kritik tajam dari kritikus
seni yang menyebut pertunjukkannya sebagai sirkus penjual tipuan.
Tak ambil pusing, Barnum malah mengajak seseorang
untuk bekerja sama dengannya. Ialah Phillip Carlyle (Zac Efron), yang diminta
oleh Barnum untuk dapat menggaet penonton kelas atas menonton pertunjukan
garapannya.
Hal ini serupa dengan berbisnis di kehidupan nyata.
Cari orang-orang berpotensi, berkualitas, dan tepat untuk membentuk sebuah tim.
Gunakan talenta-talenta unik mereka untuk menyempurnakan tim dan terus
melangkah maju. Seseorang juga cenderung akan menyadari potensi diri mereka
sendiri ketika tergabung dalam sebuah tim yang positif dan terus berkembang.
4.
Berani
bertindak
Ketika kehilangan pekerjaan, Barnum
berhasil mendapatkan pinjaman bank yang besar dengan menempatkan aset
perusahaan sebagai jaminan. Barnum berhasil mengelabui bank karena sesungguhnya
perusahaan itu sudah bangkrut.
Kemudian, ia menggunakan uang ini
untuk membeli sebuah bangunan yang awalnya sebagai museum, sampai menjadi
sirkus sukses.
Film ini menunjukkan bahwa Barnum
tidak takut untuk 'berenang melawan arus' dan menjalankan sesuatu yang belum
pernah dilakukan sebelumnya. Tapi tidak perlu mencontoh Barnum menipu bank
ya. Tiru keberaniannya dalam mencoba peruntungan.
5.
Menjual
diri
Barnum juga memiliki julukan the king of advertising. Baik dari kisah kehidupannya di realita
maupun di film The Greatest Showman, kunci kesuksesan Barnum adalah self-promotion.
Bahkan saat ini, self-promotion merupakan bagian yang vital
untuk meraih karir yang sukses, apalagi di industri kreatif.
Barnum memperhatikan detil-detil poster mulai dari
warna yang mencolok, huruf yang di-bold, dan pernyataan-pernyataan berani demi
menarik calon audiens. Ketika diperlihatkan poster promosi yang cukup besar,
Barnum bersikeras untuk membuatnya lima kali lebih besar.
Kepercayaan diri Barnum yang sangat tinggi membuatnya
berani mengambil risiko dan menjadikan bisnis sirkusnya semakin lancar. Kepandaian
Barnum dalam berbisnis juga mempengaruhi karir Jenny Lind. Perempuan tersebut
merupakan penyanyi opera asal Swedia yang belum dikenal di pasar Amerika
Serikat.
Berkat kepintaran Barnum, konser Lind berhasil
menghadirkan 30.000 orang yang padahal belum pernah mendengar nama Jenny Lind. Film
ini sesungguhnya benar-benar mendemonstrasikan pentingnya advertising dalam
sebuah bisnis.
"without promotion,
something terrible happens: nothing"
- Barnum.
6.
Jangan
cepat puas dan angkuh
Pertunjukkan musik Jenny Lind mendapat kesuksesan
yang sangat besar, terlebih penontonnya memang berasal dari kalangan kelas
atas. Sayang, hal ini malah membuat Barnum menjadi orang yang sombong dan
melupakan regu sirkusnya. Ia bahkan melupakan keluarganya demi bisa lebih
terkenal dan sukses lewat pertunjukkannya bersama Jenny Lind.
Nahasnya, kesombongannya itu harus terhenti karena
skandal yang menyangkut dirinya dengan Jenny Lind. Ia diberitakan di berbagai
surat kabar bahwa menjalin hubungan spesial dengan Jenny Lind. Informasi ini
pun sampai ke telinga istrinya. Kekecewaan tak bisa dibendung olehnya. Ia
bersama anak-anaknya meinggalkan istana impiannya sejak kecil ke rumah
orangtuanya.
Satu persatu keberhasilannya runtuh. Para pemain
sirkusi mulai meninggalkan tempat sirkus karena Barnum cenderung memuja Lind
dan tidak membutuhkan mereka. Masih basah luka yang ada, ia harus disiram cuka
dengan menyaksikan tempat sirkusi miliknya dibakar massa.
Dari cerita ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa hidup
terus berubah. Jangan sombong ketika di atas. Jangan pula rendah diri ketika di
bawah. Selalu ingat bahwa keberhasilan yang diraih tidak pernah terlepas dari
bantuan orang lain. Begitu pun dalam berbisnis, pencapaian perlu disertai
dengan rasa syukur.
Sayangnya kisah itu cuma
dieksplorasi sepintas lalu, menimbulkan kesan ‘agar-ada-saja’. Persis seperti
karakter pemain sirkus lainnya, yang sebenarnya adalah simbol perbedaan yang
ingin dirayakan film ini.
Namun tak satu pun dari mereka
yang karakterisasinya digali lebih dalam daripada Barnum. Bahkan Keala Seatle
yang membawakan ‘This is Me’ dengan apik, cuma jadi perempuan berjanggut
belaka. Durasi 1 jam 45 menit tak cukup untuk mengeksplorasi karakter-karakter
beragam itu kecuali cuma untuk menempatkan mereka sebagai penari latar.
Film ini juga bisa ditonton oleh
semua orang karena tidak ada aspek yang tidak sopan dan sangat menghibur. Film
musikal garapan sutradara Michael Gracey ini terbilang cukup sukses membawa
larut para penontonnya ke dalam alur cerita yang dramatis. Penonton tidak susah
untuk mengerti dan terhanyut dalam setiap adegan juga instrumen musik di dalam
film ini.
Dalam film ini, 70-80% telah
diceritakan melalui lagu. Film ini dimulai oleh Barnum, menampilkan aksinya di
sirkus dengan menyanyi juga di akhir film. Lagu-lagu itu menarik dan enak
didengarkan. Itu akan membuat pengamat menikmati filmnya dan ingin bernyanyi
bersama. Ada banyak lagu yang akan diputar dalam film tersebut. Lagu-lagu
tersebut diciptakan oleh Benj Pasek dan Justin Paul. Lagunya begitu luar biasa
dan indah, lewat lagu-lagunya bisa dibayangkan ceritanya.
Suguhan koreografi dalam film The
Greatest Showman ini juga disajikan dengan apik. Tampilan-tampilan unik dan
colorful dari para karakter di dalam film menambah semarak jalannya cerita di
film ini. Namun, jika kamu bukan termasuk tipe yang menyukai film musikal,
mungkin kamu akan merasa bosan dengan film yang berdurasi 1 jam 45 menit ini.
The Greatest Showman memiliki
beberapa adegan yang menggunakan efek CGI terlihat sedikit tidak nyata. Apalagi
di adegan sirkus yang ada singa, gajah, dll. Tapi, tertutup kemasan epik film
dari awal sampai akhir.
Akting dalam film tidak perlu diragukan
lagi karena para pemerannya memiliki kualitas yang baik dalam industri film di
Hollywood seperti Hugh Jackman, Zac Efron, Zendaya, dll. Chemistry
masing-masing pemeran sangat baik terutama Zac Efron dan Zendaya dalam adegan
ketika Zac mencoba membujuk Zendaya dan menyanyikan sebuah lagu bersama.