Cyberbullying, Tren Generasi Milenial Indonesia

by - Juli 05, 2018

Source: iam1n4.com

Perbincangan mengenai bullying kembali mencuat ke permukaan. Masalah kolot yang biasanya terjadi di sekolah ini berubah tempat seiring perkembangan teknologi dunia yang semakin menggila. Salah satunya yakni internet sebagai produk kecanggihan teknologi yang tidak hanya menjadi sebuah keuntungan dalam mempermudah segala hal, namun juga menjadi mimpi buruk bagi sebagian orang.

Akhir-akhir ini media sosial sedang menjadi tempat fitnah, gibah, dan bully di kalangan remaja. Bagaimana tidak, setiap timeline disesaki berita cyberbullying yang menimpa seorang remaja yang mendadak viral karena suatu aplikasi yang memiliki tujuan awalnya sebagai tempat hiburan untuk menghilangkan penat. Padahal, tidak sedikit orang-orang yang mengomentari lelaki yang masih mengenyam bangku SMP ini ternyata tahu dia dari “katanya” alias berita dari mulut ke mulut yang tidak bisa dijamin kebenarannya. 

Hukum “sekali berbuat salah selamanya dilabeli salah” sepertinya telah menjadi aturan pasti di media sosial walaupun si pelaku telah melakukan beribu kebaikan. Setelah melontarkan klarifikasi yang sebenarnya terjadi di lapangan, para netizen tetap saja berburuk sangka dengan mencibirnya bahwa hal demikian hanyalah untuk sensasi semata dan meningkatkan pamor. Mungkin istilah “netizen Maha Benar” adalah hal yang pas namun dilihat dari sisi yang buruk.

Apa itu Bullying?

Sebelum lebih jauh, kita harus tahu dahulu arti bully itu sendiri. Secara harfiah, kata “bully” berarti menggertak dan mengganggu orang yang lebih lemah. Istilah bullying kemudian digunakan untuk menunjuk perilaku agresif seseorang atau kelompok yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap orang atau kelompok yang lebih lemah untuk menyakiti korban secara fisik atau mental. Bullying bisa berupa kekerasan dalam bentuk fisik (misal: menampar, memukul, menganiaya, menciderai), verbal (misal: mengejek, mengolok-olok, memaki), dan mental/ psikis (misal: memalak, mengancam, mengintimidasi, mengucilkan) atau gabungan diantara ketiganya (Olweus, 1993: 24).

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bullying terjadi karena dua hal, yaitu ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bullying dan korban dan adanya penyalahgunaan ketidakseimbangan kekuatan tersebut untuk kepentingan pelaku dengan cara mengganggu, menyerang secara berulang kali, atau dengan cara mengucilkan orang lain. Kepentingan bullying pun beragam, diantaranya untuk menunjukkan kekuasaan atau superioritas, kepentingan ekonomi, atau bahkan sekedar ikut-ikutan untuk memenuhi kepuasaan diri melihat orang lain tunduk atau takut kepadanya.

Cyberbullying, Kejahatan Masa Kini 

Kasus bullying yang berdampak fatal bagi paradigma korban bullying tidak hanya tersebar di dunia nyata namun telah merambah ke dunia maya atau biasa disebut Cyberbullying. Hal ini disebabkan karena penyalahgunaan dari teknologi informasi yang semakin pesat perkembangannya. Pemanfaatan teknologi informasi di dunia sekarang ini memang bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi banyak keuntungan dan manfaat yang bisa kita dapatkan, diantaranya teknologi informasi dapat mempermudah manusia dalam menjalani tugas kehidupannya serta meningkatkan kualitas hidupnya. Tetapi di sisi lain tidak sedikit kerugian dalam bentuk hal-hal negatif yang menyertai penggunaan teknologi informasi ini. Salah satu dampak negatif yang timbul dengan adanya teknologi informasi ini adalah munculnya fenomena Cyberbullying di semua kalangan usia.

Cyberbullying atau kekerasan dunia maya ternyata lebih menyakitkan jika dibandingkan dengan kekerasan secara fisik. Ada istilah “lidah lebih tajam daripada pedang” itu memanglah benar adanya. Jika dengan fisik mungkin hanya akan melukai bagian luar yang bisa segera diobat dan depresi yang tidak terlalu tinggi, namun dengan lidah yang tanpa adanya filterisasi mampu mengoyak psikis si korban sehingga menyebaban depresi yang lebih tinggi, merasa tidak berharga, terisolasi, dan tak berdaya untuk melawan. Bahkan, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hinduja dan Patchin mengungkapkan fakta bahwa meskipun tingkat bunuh diri di AS menurun 28,5% pada tahun-tahun terakhir namun ada tren pertumbuhan tingkat bunuh diri pada anak dan remaja usia 10 sampai 19 tahun. 

Sebagai efek jera terhadap para cyberbullier, pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang yang mengatur kasus cyberbullying. Dalam pasal 29 UU ITE dijelaskan bahwa ancaman hukuman atas setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi diancam hukuman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (Pasal 45 ayat 3).  

Di Indonesia sendiri, jika tidak mengikuti tren yang aktual dianggap kudet dan tidak hits. Namun, tren menjadi bagian dalam kelompok para pelaku bullying bukanlah hal yang pantas. Justru dengan demikian dapat diketahui kualitas diri orang tersebut. Sesuatu yang salah dikomentari dengan yang salah hanya akan menciptakan ketidakseimbangan kehidupan dan bahkan menjerumuskan kepada jurang kesengsaraan. Boleh jadi yang direndahkan dan ditertawakan adalah lebih baik daripada yang merendahkan dan menertawakan sebagaimana yang telah termaktub dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 11. Bahkan jika dilihat dari sisi Islam, seseorang yang menggunjing orang lain disamakan dengan memakan daging saudaranya yang sudah mati (Q.S. Al-Hujurat ayat 12), menjijikan bukan?.

Maka dari itu, marilah menjadi manusia yang selalu berpikir sebelum bertindak. Introspeksi sebelum diskriminasi. Kualitas diri manusia tidak hanya dilihat dari seberapa tingginya pendidikan, namun seberapa pintarnya menjaga tutur kata dan tindakannya agar tetap menjadi manfaat untuk orang banyak. 

“Let’s make this country as a better place for us, our next generation, and our children. Say NO to bully! Say YES to love and peace!”***

You May Also Like

1 komentar

  1. Thanks infonya. Oiya ngomongin generasi milenial, ternyata saat ini ada loh platform pengembangan dana buat generasi tersebut. Dan katanya sih menguntungkan banget. Selengkapnya, temen-temen bisa cek di sini: pengembangan dana untuk milenial

    BalasHapus