sumber gambar: thrive global |
Masa pandemi menjadi masa-masa paling mengerikan selama penulis hidup. Bukan kerikil yang menyusahkan langkah, tetapi jalanan yang disetapaki menjadi ambruk dan bahkan diterjang banjir bandang. Sesulit itu untuk menuju ke titik cahaya yang orang-orang sebut titik kesuksesan. Iya, titik yang akan membuat kita bangga telah berjalan sejauh itu. Menoleh ke belakang, lalu disambut senyuman yang paling cantik yang pernah terukir.
Dentang waktu berbunyi di penghujung lembaran diikuti segala cita riuh ke angkasa bersama kembang api. Beragam harap berlomba-lomba menyesaki semesta. Tiada duka tersirat, hanya suka dan cinta. Satu persatu doa manusia mengetuk pintu Tuhan. Pekerja menginginkan upah bertambah. Siswa berharap segala jawaban ujian tidak berakhir salah. Orangtua memohon rezeki yang berlimpah
Hati dan buah pikir bertaut dalam getaran yang sama. Gelisah dan takut mengeratkan keduanya. Keriuhan jalanan dihujam waktu. Sunyi. Sepi. Warga satu sama lain enggan bertamu. Lebih tepatnya, dilarang adanya tangan yang bersatu.
Periode awal masa pandemi dihujani beragam kejadian yang tak mengenakan. Jari telunjuk umat manusia mengarah ke satu sama lain. Saling menyalahkan. Saling memberi kutukan. Tidak ada lagi makna persaudaraan. Persatuan yang dulu gaung dielu-elukan hilang ditelan zaman. Zaman edan tentunya.
Sang empunya kekuasaan berulang kali menetapkan ketentuan, namun sang penyokong kekuasaan tak mengindahkan -karena memang seringkali malah menyengsarakan.
Sekolah yang ramai dengan permainan lompat tali para gadis hanya menyisakan bekas tapak kaki yang kini perlahan mulai memudar. Pojokan kantin yang biasanya disesaki para lelaki yang enggan membayar jajanan dengan penuh, kini hanya tertinggal debu pekat yang dipenuhi jaring laba-laba di tiap sudut kantin. Ruang guru yang kerapkali ramai dengan aneka ragam cerita menjengkelkan karena tingkah laku murid-muridnya, kini terpaksa harus menanti sahabat gibahnya karena mendapatkan jadwal pembagian masuk yang berbeda.
Tak hanya itu, beragam pekerjaan pun mengalami dampak kontan. Semuanya mengalami perubahan. Denting mangkok penjual bakso terdengar lebih keras dari biasanya. Pantas saja, komponen mie bakso masih terjajar rapi di etalase gerobak, padahal senja mulai menampakkan diri. Waktu peralihan menuju malam yang dahulu selalu menjadi hal mengerikan para pekerja karena tentu saja akan terjadi kemacetan yang panjang akibat jam pulang kantor dan pergantian shif buruh pabrik, kini tak begitu kelam. Bagaimana tidak? Gaji UMR yang tak memadai menghidupi keluarga itu sudah tidak lagi masuk ke rekening. Penghentian masa kerja dilakukan secara masal. Banyak orang mulai menyemat gelar 'pengangguran'.
Ah.. Pokoknya sungguh kelam masa-masa pandemi. Para siswa terpaksa putus sekolah karena tak memiliki smartphone untuk mengikuti materi. Para gadis mulai menerima perjodohan oleh orangtuanya dengan pria yang mampu menafkahi. Para mahasiswa tingkat akhir mulai kelimpungan karena tugas akhir yang terus menerus revisi. Yang lebih mengerikannya lagi, tak sedikit orang yang kesehatan mentalnya terganggu hingga berniat bunuh diri.
Penulis pun turut ikut merasakan penderitaan itu. Perlahan namun tak kenal henti, penulis berusaha mengalihkan segala kemelut dengan hiburan tontonan drama korea, film-film netflix, drama series, video horor di youtube, memutar playlist andalan di spotify, dan sekarang tengah mencoba hobi banyak orang di masa pandemi, yaitu mengoleksi tanaman. Semua dilakukan untuk menghibur diri agar tidak terjerambab ke dalam jurang yang menyengsarakan. Tak lupa, beragam mimpi pun mulai direalisasikan dengan rencana yang menyesuaikan kondisi. Semua serbang elektronik. Susah memang, tapi ya setidaknya penulis berani melangkah, tidak hanya berdiam diri. Yakin dulu saja.
Segala aktifitas dilakukan dengan alasan agar bisa tetap tumbuh kembang dan hidup di masa pandemi. Tentu saja alasan di atas hanya beberapa dari sekian banyak alasan agar tetap hidup.
Siklus kegiatan yang terus berputar dengan aktifitas yang sama tentu mendatangkan 'kegabutan'. Pada akhirnya, semuanya bermuara ke pemutaran lagu yang berulang. Saat telinga mendengarkan lagu, jari-jari scroll down layar dan bola mata mendikte satu persatu kata dalam komentar banyak orang. Saat itu, lagu yang didengarkan adalah Quite Miss Home dari James Arthur. Pengguna youtube berkomentar seputar keserasian lagu dengan kondisi pandemi. Hingga pada akhirnya ada komentar yang membuat penulis terdiam dan membuat mata berkaca-kaca. Komentar menakjubkan itu tentang alasan orang-orang agar tetap hidup di dunia meski keadaan menghimpit dari berbagai lini. Jumlahnya hingga 100 alasan. Bahasa aslinya adalah bahasa inggris, namun penulis mencoba menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Mau tau? berikut 100 alasan untuk tetap hidup di masa pandemi..
1. Untuk membuat orang tua kita bangga.
2. Untuk menaklukkan ketakutan kita.
3. Untuk melihat keluarga kita lagi.
4. Untuk melihat artis favorit kita secara langsung.
5. Untuk mendengarkan musik kembali.
6. Mengenal dan memelajari budaya baru.
7. Mencari teman baru.
8. Untuk menginspirasi.
9. Memiliki anak sendiri.
10. Untuk mengadopsi hewan peliharaan kita sendiri.
11. Membuat diri kita bangga.
12. Berada di tempat yang sama dengan idol korea.
13. Tertawa sampai menangis.
14. Merasakan air mata kebahagiaan.
15. Makan makanan favorit kita.
16. Untuk melihat saudara kita tumbuh.
17. Untuk lulus sekolah.
18. Untuk mendapatkan tato.
19. Tersenyum sampai pipimu sakit.
20. Untuk bertemu teman internet kita.
21. Untuk menemukan seseorang yang mencintai kita seperti yang kita layak dapatkan.
22. Makan es krim di hari yang panas.
23. Minum coklat panas di hari yang dingin.
24. Untuk melihat salju yang tak tersentuh di pagi hari.
25. Untuk melihat matahari terbenam yang membakar langit.
26. Untuk melihat bintang-bintang menerangi langit.
27. Untuk membaca buku yang mengubah hidup kita.
28. Untuk melihat bunga di musim semi.
29. Untuk melihat perubahan daun dari hijau menjadi coklat.
30. Untuk bepergian ke luar negeri.
31. Untuk mempelajari bahasa baru.
32. Belajar menggambar.
33. Untuk menceritakan kisah kita kepada orang lain dengan harapan dapat membantu mereka.
34. Ciuman anak anjing dan cakaran kucing.
35. Ciuman bayi (mulut ternganga saat bibir mereka menampar pipi kita).
36. Sumpah serapah dan pelepasan yang kita rasakan saat mengucapkannya.
37. Trampolin.
38. Es krim.
39. Mengamati bintang.
40. Menonton awan.
41. Mandi lalu tidur di atas seprai bersih.
42. Menerima hadiah yang didambakan.
43. "Aku melihat ini dan memikirkanmu."
44. Perasaan yang kita dapatkan saat seseorang yang kita cintai berkata, "Aku mencintaimu."
45. Kelegaan yang kita rasakan setelah menangis.
46. Sinar matahari.
47. Perasaan yang kita dapatkan ketika seseorang mendengarkan kita/ memberi kita perhatian penuh mereka.
48. Pernikahan masa depan kita.
49. Jajanan anak SD.
50. Baju baru.
51. Saling mengejek dengan sahabat.
52. Roti yang sangat enak.
53. Menggendong anak kita untuk pertama kalinya.
54. Menyelesaikan tonggak sejarah (alias kuliah, lulus kuliah, menikah, mendapatkan pekerjaan impian).
55. Jenis mimpi di mana kita bangun dan tidak bisa berhenti tersenyum.
56. Bau sebelum dan sesudah hujan.
57. Suara hujan di atap.
58. Perasaan yang kita rasakan saat kita menari.
59. Orang (atau orang-orang) yang paling berarti bagi kita. Tetaplah hidup untuk mereka.
60. Mencoba resep baru.
61. Perasaan yang kita dapatkan saat lagu favorit kita terdengar di radio.
62. Ketergesaan yang kita rasakan saat kita melangkah ke atas panggung.
63. Kita harus membagikan suara dan bakat serta pengetahuan kita dengan dunia karena itu sangat berharga.
64. Sarapan di tempat tidur.
65. Mendapatkan kursi tengah di bioskop.
66. Sarapan untuk makan malam (karena jauh lebih baik di malam hari daripada di pagi hari).
67. Hubungan intim dengan orang terkasih.
68. Pengampunan.
69. Saling menciprat di kolam renang.
70. Buku-buku baru oleh penulis favorit kita.
71. Kunang-kunang.
72. Ulang tahun.
73. Menyadari bahwa seseorang mencintaimu.
74. Menghabiskan hari dengan seseorang yang kita cintai.
75. Menghabiskan sepanjang hari di tempat tidur.
76. Makan es krim favorit kita.
77. Mengambang di air dan hanya menatap langit.
78. Kencan pertama (bahkan yang buruk bisa membuat cerita lucu.)
79. Menikmati api unggun saat berkemah.
80. Hubungan di mana kita mencintai seseorang tetapi tidak dicintai balik. Namun terus berjuang untuk mendapatkannya.
81. Pulang ke rumah seseorang yang kita cintai.
82. Warna daun musim gugur saat mereka berubah.
83. Menyanyikan lagu sekuat tenaga dengan teman-teman kita.
84. Pelukan.
85. Tidur nyenyak di kasur yang hangat dan nyaman.
86. Kulit seseorang menempel pada kulit kita.
87. Berpegangan tangan.
88. Jenis pelukan saat kita bisa merasakan beban diangkat dari bahu kita. Jenis pelukan di mana napas kita selaras dengan pelukan orang lain, dan kita merasa seperti satu-satunya di dunia ini.
89. Bernyanyi dengan teman-teman terbaik kita.
90. Menikmati jalanan saat sunmori.
91. Petualangan tanpa rencana.
92. Perasaan pasir di bawah jari-jari kaki kita.
93. Perasaan ketika gelombang laut pertama menggulung dan menyelimuti jari-jari kaki, pergelangan kaki, dan lutut kita.
94. Badai petir.
95. Perjalanan pertama (atau keseratus) kita ke Dufan.
96. Rasa makanan favorit kita.
97. Perasaan seperti anak kecil yang kita dapatkan pada pagi Natal.
98. Hari ketika semuanya akhirnya berjalan sesuai keinginan kita.
99. Mendapatkan pujian.
100. Untuk melihat momen ini dalam waktu 10 tahun dan menyadari bahwa kita telah melakukannya.
Masih banyak hal indah lainnya untuk dijalani. jadi hiduplah, dan hiduplah, dan hiduplah. Tolong jangan melakukan sesuatu yang bodoh, itu tidak menghilangkan rasa sakit itu kepada orang lain.