[PUISI] Coretan Putih Abu

by - April 25, 2018

Angin kemarau datang dengan panasnya
Membangkitkan jiwa yang melamun
Aku tersontak, juga sedih
Tak lama, musim akan berganti
Bukan itu saja, mata tak akan menangkap senyum yang sama
Telinga tak akan menerima tawa yang sama
Tangan tak akan mendekap raga yang sama

Masih kudapatkan serta kurasakan
Keramaian suasana serta ketenangan jiwa
Tapi bila tiba waktu berpisah
Akankah kupergi seorang diri
Tanpa bayang-bayang orang terkasih yang akan menemani

Aku terlalu takut
Akan ada tabir yang terlampau luas
Aku takut, kelak ada sesuatu yang berbeda
Entah itu sorot mata yang menjadi asing
Ucap yang menjadi kelu
Atau sikap yang terlampau dingin

Mungkin, sekarang belumlah terlambat
Bolehkah aku sampaikan sebuah kejujuran?
Yang terpendam dalam luka dan kehinaan
Bersemayam dalam diri yang hampa, hina dan rendahan
Sahabat…
Dulu aku hanyalah segenggam debu
Yang berharap menjadi gunungan emas
Aku terlalu takut untuk melangkah
Apalagi menantang terik dan hujan dihadapan
Dengan penuh kasih, diraihnya tanganku
Menghapus tetes keputus-asaanku
Terngiang ucapmu yang mendebarkan hati,
“Mari bersama, maju hadapi hujan
Payungilah langkahmu dengan keimanan
Dan temukanlah pelangi impian
Kita selalu bersama, kemanapun bagaikan tali disimpul mati”

Masih terbenakkah, sahabat?
Kegaduhan di sela-sela pembelajaran
Mata terlelap di saat orangtua kedua kita ada di hadapan
Tawa yang selalu bergema di ruangan
Tak hanya tawa, tapi hujan air mata
Mungkin orang lain menganggap kita aneh
Tapi, hanya kita yang mengerti akan itu

Masih ingatkah, sahabat?
Saat kantin menjadi markas besar
Sorot kesiswaan bak singa yang siap menerkam
Senyum jahat kaka kelas yang siap merendahkan
Dan kesewenang-wenangan kita kepada adik kelas
Indah bukan?

Masih terlintaskah, sahabat?
Saat menjadi bulan-bulanan guru karena kelalaian kita
Kebosanan saat harus duduk dengan tenang di kelas
Riuhnya kelas saat pengawas ujian rehat
Bak pasar tumpah saat tugas mencapai batas akhir

Apakah masih ada waktu untuk pahlawan tanpa lencana?
Guru..
Yang turut serta merubah jiwa
Membangkitkan gairah hidup
Untuk menyongsong hidup baru

Pak… Bu…
Takan mungkin kulupakan raut dan daya juangmu untukku
Akan selalu terpatri kokoh dalam sanubariku
Entah apa yang bisa menyaingi kehebatanmu
Tiada lafaz seindah tutur katamu
Tiada penawar seindah senyummu
Tiada hari tanpa sebuah bakti
Menabur benih kasih tanpa rasa letih

Pak.. Bu..
Tiada lelah kau mengabdi pada bangsa
Bekerja penuh penat
Namun sadar, didalamnya penuh berkat
Kerja sekerat-kerat, pahala penuh sendat
Ilmu yang dicurah tak dapat disekat
Makin dicurah makin mendekat

Pak.. Bu..
Tiada harta sebanding baktimu
Hanya doa yang mampu kuangkasakan
Berharap dapat menembus langit tuhan
Hingga sampai singgasana-Nya
Aku hanya bisa berharap
Tuhan membalas gunungan suratku untukmu

Pak.. Bu..
Masihkah ada kesempatan untukku berujar?
Memohon maaf atas lidah yang tak bertulang
Tingkah yang tak karuan bagai jalang

Sahabatku.. Guruku..
Akan tiba cerita ini berjumpa titik terakhir
Aku masih yakin
Akan ada cerita baru yang siap terangkai sempurna
Namun, aku pun diselimuti gelisah
Aku takut bukan “aku dan kamu” yang menjadi pemeran
Tapi ada “mereka” yang lebih hebat dariku
Hingga kalian menenggelamkanku

Inilah.. Coretan putih abuku..
Yang akan selalu terjaga dalam kalbuku..

You May Also Like

0 komentar