[Puisi] Bun, Kenapa?
Bun, kenapa?
-Aksara Fauzi-
Menyadarkanku dari gemerlap mimpi
Dawai gitar menertawakanku di balik lekuk tubuhnya
Karena aku tidur bertopeng pesta
Bun, topeng pestaku kapan bisa dilepas?
Sementara kurcaci-kurcaci meminta penjelasanku
Bun, ada apa denganmu dan dengannya?
Si penjemput Mikail berkelana bersama gagak hitam
Bun, mengapa dongeng sebelum tidurmu tak nyata?
Hanya ilusi yang aku saksikan
Bun, apakah aku harus ikut dalam skenario tuhan?
Aku masih buta akan peranku
Bun, cukup!
Inilah saatnya aku menjadi tokoh utama dalam skenarioNya
Aku harus bermain cantik dan menembak gagak hitam itu
Dan akan ku kembalikan lelaki hebat itu kepadamu
#17 September 2016
***
Egoisnya bunda adalah tidak melibatkan anak dalam masalah yang tengah di hadapi. Ia selalu bersikukuh bahwa semua baik-baik saja, padahal sorot mata tidak bisa berbohong.
Saat itu, keadaan rumah sedang tidak baik. Bodohnya aku hanya diam saja. Membiarkan diri ditertawakan sekeliling. Seolah aku tidak bertanggung jawab selaku anak sulung calon "ayah" dari adik-adik. Sebenarnya ini bukanlah mutlak salahku, bunda pun tak mengizinkan lidahnya untuk berkata semuanya kepada anak-anaknya sedangkan Ayah memang sedari dulu lebih memilih untuk diam sebagai tameng.
Penghancur keharmonisan keluarga adalah tamu yang tak punya tatakrama duduk manis di kursi ruang tengah. Kewajibanku melenyapkannya walaupun dibayar nyawa. Tak apa, yang terpenting Bunda bisa tersenyum lagi dan Ayah kembali ke dalam pelukan kami. Itu saja..
Gagak Hitam tak pantas menghirup udara Tuhan.
0 komentar