• Beranda
  • Artikel dan Esai
  • Akademik
    • Beasiswa dan Kepemudaan
    • Tugas Kuliah
    • Soon
  • Puisi
  • Cerpen
  • Pidato
  • #Berani Merasa
  • Excel
instagram facebook youtube Google+ bloglovin Email

Aksara Fauzi

"Aku hadir saat mata terpejam..."

Sumber: Digital Activism
Peristiwa penting yang bersentuhan langsung dengan publik khususnya yang berkaitan dengan pesta demokrasi yang disebut sebagai Pemilu senantiasa menarik perhatian masyarakat. Terlebih, konstelasi politik nasional jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 bisa dikatakan berbeda dibandingkan pemilihan-pemilihan presiden sebelumnya. Panasnya duel antarkubu koalisi partai politik yang mempunyai kepentingan berbeda pada Pilpres 2019 menghadirkan suasana yang menuntut semua elemen masyarakat harus berpikir kritis.

Hal ini pun tidak terlepas dari perhatian media. Media massa, baik cetak maupun elektronik menjadi corong informasi bagi masyarakat mengenai panasnya panggung peropilitikan yang disuguhkan sehingga menimbulkan beragam opini. Dari medialah, khalayak dapat mengetahui kualitas dan kapabilitas serta visi dan misi para kandidat. 

Namun, riuh kampanye yang tertangkap media belakangan ini dinilai miskin substansi. Pasalnya, porsi pemberitaan lebih banyak menyoroti gimik-gimik kampanye seperti munculnya istilah 'tampang boyolali' hingga 'politik genderuwo' atau bahkan berita-berita yang sudah lapuk pun digoreng kembali untuk menjadi diskursus antarkubu. Hal tersebut disampaikan oleh pengamat politik sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, Dadang Rahmat Hidayat pada diskusi Gerakan Media Bermartabat untuk Pemilu Berkualitas di Gedung Sate, Jumat (30/11/2018). Menurutnya, media lebih baik memaparkan apa yang ditawarkan kedua capres-cawapres, disajikan dengan data yang akurat sehingga masyarakat memilih karena tahu kebenarannya bukan ‘katanya’. Media dituntut harus mampu menemukan substansi dari fenomena perpolitikan bukan justru menghadirkan perbedaan-perbedaan yang memicu kisruh dan kesalahpahaman masyarakat dalam menanggapinya. Terlebih lagi, masyarakat kita masih berkiblat kepada media konvensional dalam mendapatkan informasi, meskipun penggunaan media sosial sudah masif. Media dalam hal ini menciptakan polarisasi di masyarakat.

Intervensi Bos Media

Di sisi lain, hal yang paling kontras menjelang pemilu atau Pilpres 2019 adalah independensi dan netralitas media yang selalu dipertanyakan. Saat ini, media massa berani mendobrak aturan yang ada. Secara tidak sungkan, media-media saat ini yang berposisi sebagai pendukung Jokowi-Ma’ruf maupun Prabowo-Sandi saling menggali kelemahan lawan dan meninggikan calon presiden yang didukung dan kemudian disebarluaskan para pendukungnya.

Melihat fenomena yang terjadi, media massa dililit oleh tiga masalah, yakni: partisan, abal-abal dan pemilik yang menjadi politisi. Pakar politik dari Australia Jeffry A. Winters  menyebut, media massa menjadi bagian dari oligarki. Sedangkan Herman dan Chomsky (2000) menyebut, ‘kongkalingkong’ sebagai model propaganda baru. Gejalanya terlihat ketika bisnis media mulai diatur oleh tokoh-tokoh yang punya senjata dan uang. Para elit kekuasaan dan elit bisnis berkolaborasi mengatur isi media.

Peta media massa mulai diubah sedemikian rupa, hanya untuk pemuasan nafsu dan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Tidak sedikit bos gurita bisnis media massa di Indonesia menjadikan media-medianya sebagai tunggangan politik. Tak ayal, banyak media massa tidak lagi dijadikan sebagai corong informasi dan kontrol sosial, tetapi menjadi instrumen kampanye pemenangan Pilpres 2019. Setidaknya, pemberitaan yang menekankan kegiatan pemilik media dan afiliasinya terlihat memiliki porsi yang lebih banyak, dibandingkan dengan pemberitaan saingan politiknya.  Kendati, upaya media untuk menjaga kode etik, independensi, dan netralitas tetap diusahakan para pekerjanya. Namun, intervensi dari pemilik tak bisa dielakkan, sehingga menimbulkan kesan media berpihak pada satu sisi secara terbuka. 

Ketidakindependenan dan ketidaknetralan berita politik dapat diamati dari sejumlah indikator, yaitu adanya bias pemberitaan yang cenderung membela kepentingan pemilik, adanya opini mengenai pemilik dan kelompok afiliasinya, mengandung unsur personalisasi, sensasionalisme, stereotype, juxtaposition/ linkage, keberimbangan dan persoalan akurasi.  

Mengembalikan Khitah Media Massa

Bertolak dari carut marutnya media massa di Indonesia, sudah semestinya adanya pengembalian media massa kepada khitahnya. Sebagai pilar ke-4 dari demokrasi setelah eksekutif, yudikatif dan legislatif, media massa diharapkan memang harus berdiri menjaga ‘jarak’ dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Ia harus mampu menjadi watchdog (anjing penjaga), bukan sebagai penjilat penguasa. Karena ia harus menjadi media untuk mengkritik jika penguasa melakukan sesuatu yang tidak benar, dan juga menjadi penyambung lidah penguasa jika kebijakan yang dilakukan pemerintah bersama-sama rakyat.

McQuail (1992, 2005) berpendapat bahwa media yang berfungsi menyebarluaskan informasi kepada publik seharusnya bekerja berdasarkan prinsip-prinsip: kebebasan, kesetaraan, keberagaman, kebenaran dan kualitas informasi, mempertimbangkan tatanan sosial dan solidaritas, serta akuntabilitas. Selain dari itu, ia pun memberikan penilaian terhadap kualitas media yang terbagi atas empat kriteria, yaitu: kebebasan media, keragaman berita, gambaran realitas, dan objektifitas berita. 

Dalam penyajian berita, media harus bebas dari pengaruh tersembunyi pemilik media atau pemasang iklan dalam hal pemilihan berita dan opini dengan menyajikan berita yang beragam dan mengacu pada prinsip keadilan. Realitas yang digambarkan tidak memihak kelompok tertentu dan keobjektifitasan berita pun harus dijunjung dengan mengedepankan fakta dan ketidakberpihakkan.

Pandangan McQuail tersebut pada dasarnya sudah tercakup dalam sejumlah peraturan perundang-undangan mengenai kode etik jurnalistik media massa di Indonesia, misalnya pada media penyiaran televise yang termuat dalam UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan juga dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Terkait dengan pemberitaan yang disiarkan stasiun TV, maka P3SPS menyatakan bahwa stasiun penyiaran dalam menayangkan informasi harus senantiasa mengindahkan prinsip-prinsip jurnalistik, yang terdiri atas tiga prinsip, yaitu prinsip akurasi, prinsip keadilan, dan prinsip ketidakberpihakkan.

Maka dari itu, dalam situasi Pemilu dan bangsa seperti ini, media massa dituntut untuk tetap menjaga independensi, akurasi dan keberimbangan dalam pemberitaan dan penayangan berita-beritanya. Peraturan perundang-undagan dan peraturan lainnya yang menyangkut pemberitaan di media massa harus dipatuhi seluruhnya. Dengan cara ini, maka proses dan hasil Pemilu 2019 diharapkan ikut memberikan solusi atas berbagai problem bangs.

Tidak mudah memang menjaga objektivitas dan independensi media dalam melaksanakan salah satu fungsinya yakni melakukan pendidikan politik kepada masyarakat melalui pemberitaan kampanye Pemilu Presiden 2019. Untuk itu perlu kiranya media tetap profesional, agar tidak terkooptasi kepentingan politik tertentu. Proporsional dalam menyajikan berita terkait dengan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, kontrol dan perekat sosial dalam membangun budaya demokrasi yang berkualitas.   

Di satu sisi, masyarakat dituntut kritis terhadap berita yang dikeluarkan media massa. Jangan sampai tenggelam dalam berita yang sebenarnya hanya upaya penggiringan opini, karena bisa dipastikan situasi pemberitaan media massa sadads –meskipun tidak semua– jelang Pilpres 2019 akan seperti 2014, terpecah antara kubu pro dan kontra. Masih ada media massa yang jika diamati tetap berimbang dalam pemberitaannya dan masyarakat bisa menjadikan media tersebut referensi utama. Oleh karena itu, masyarakat harus mau bersinergi bersama Komisi Penyiaran Indonesia dan lembaga-lembaga lainnya dalam mengawasi pergerakan media massa agar tidak keluar dari jalur semestinya.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Kiriman Lampau

Siapakah Aksa?

Siapakah Aksa?
Aku adalah apa yang kamu baca dan dengar

Ikuti dan Tanya Aku!

  • instagram
  • facebook
  • youtube
  • Google+
  • pinterest
  • youtube

Apa aja yang banyak dicari?

  • [Syarhil] Akhlak Rasulullah sebagai Kunci Perbaikan Dekadensi Moral
    Ilustrasi Assalamualaikum wr.wb. Dewan juri yang kami hormati! para peserta Musabaqah Syarhil Qur’an yang berbahagia, serta ha...
  • Dollar menjadi Raja
    “Waduh! Sembako mahal!” “BBM naik!” “Kemana pemerintah? Kok bahan-bahan pokok jadi mahal!” Itulah beberapa pernyataan yang terlo...
  • Disiplin, Apakah perlu?
    Saat mendengar kata “Disiplin” maka pikiran yang terlintas di benak kita adalah suatu beban atau suatu tanggung jawab yang ...
  • Beasiswa PPA 2019 UIN Sunan Gunung Djati Bandung
    Assalamualaikum! Hallo! Apa kabar? Semoga sehat selalu ya.. Berjumpa lagi dengan Aksa di tahun yang berbeda tapi kabar yang sama...
  • [Story Telling] Malin Kundang (+Video)
    Once upon a time, there was a poor boy named Malin Kundang. He lived with his old mother in West Sumatera. He was very nice boy but he...
  • Mengenal Pilar Budaya Cianjur
    Sejak dahulu, Kabupaten Cianjur sudah terkenal dengan budaya 3M (Maos, Mamaos, Maenpo) yang menjadi ciri Kabupaten Cianjur. Bupati Cianjur...
  • Ruksakna Iman jeung Alam (Bahasa Sunda)
    Sumber: ISNET Dina surat Ar-Rum ayat 40 deugika 42, Alloh negeskeun ka manusa, yén ‘ngayugakeun kahirupan’ , ‘nyiptakeun rejeki’ ajan...
  • [PUISI] Tangis (W.S. Rendra)
    Tangis Karya: W.S. Rendra Ke mana larinya anak tercinta Yang diburu segenap penduduk kota? Paman Doblang! Paman Doblang! Ia la...
  • Best Position Paper Asia World MUN III (Committee OIC)
    Topic : “Discussing the Roles of Member States and the OIC in Response to the Ongoing Refugee Crisis” Commit...
  • Cyberbullying, Tren Generasi Milenial Indonesia
    Source: iam1n4.com Perbincangan mengenai bullying kembali mencuat ke permukaan. Masalah kolot yang biasanya terjadi di sekolah ini b...

Postingan Terbaru!!

Ada Apa Aja?

  • Artikel dan Essai
  • Beasiswa dan Kepemudaan
  • Berani Merasa
  • Cerpen
  • Excel
  • Pidato
  • Puisi
  • Tugas Kuliah

Garis Waktu

  • Juli 2025 (2)
  • Desember 2023 (1)
  • September 2021 (1)
  • Agustus 2021 (1)
  • Mei 2021 (1)
  • Maret 2021 (3)
  • November 2020 (3)
  • Oktober 2020 (1)
  • September 2020 (1)
  • Agustus 2020 (6)
  • Juli 2020 (3)
  • Juni 2020 (1)
  • Mei 2020 (3)
  • April 2020 (7)
  • Maret 2020 (5)
  • Februari 2020 (1)
  • Januari 2020 (5)
  • November 2019 (1)
  • Oktober 2019 (1)
  • Juni 2019 (1)
  • Mei 2019 (1)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (1)
  • Januari 2019 (2)
  • Desember 2018 (6)
  • November 2018 (3)
  • Oktober 2018 (10)
  • September 2018 (5)
  • Agustus 2018 (6)
  • Juli 2018 (3)
  • April 2018 (6)
  • Desember 2015 (8)
  • Juli 2015 (1)
  • April 2015 (1)
  • Maret 2015 (9)

Created with by Aksara Fauzi | Helped by Someone