Psikologi Komunikator untuk Menunjang Elektabilitas Dai

by - Januari 03, 2019

Source: IDN Times
Dalam peristiwa komunikasi, efek/ feedback (umpan balik) adalah hasil dari proses komunikasi antara komunikator dan komunikan. Tentu saja umpan balik yang baik adalah yang selalu menjadi tujuan. Bukan hanya tentang pesan yang sampai dan diterima dengan baik oleh komunikan, tetapi juga kepercayaan komunikan kepada komunikator sehingga relasi antara keduanya terjalin baik.

Hal di atas pun berlaku untuk komunikasi dakwah. Sementara dalam komunikasi dakwah, komunikator tersebut biasa disebut dai. Dalam bentuk komunikasi antarmanusia, komunikator bisa terdiri dari satu orang, bisa juga dalam bentuk kelompok. Komunikannya dikenal dengan panggilan mad’u.

Dalam berkomunikasi, terutama komunikasi dakwah, para dai harus mempunyai psikologi dalam dirinya untuk lebih pantas dalam dirinya menyampaikan dakwah terlebih ulama harus sudah mempunyai serta menanamkan dalam dirinya agar perkataan dan perbuatan itu singkron bahkan keduanya saling mendukung. Sehingga mad’u pun dapat memahami maksud yang disampaikan dai dan tingkat kepercayaan mad’u kepada dai pun tumbuh.

Psikologi komunikator dalam dakwah sangat berpengaruh bagi mad’u karena salah satu tujuan dakwah keefektifan dai dalam berdakwah. Keefektifan dakwah tidak saja ditentukan oleh oleh kemampuan berkomunikasi tetapi juga oleh diri komunikator. Peran komunikator atau dai dalam pengutaraan pikiran dan perasaan dalam bentuk pesan untuk membuat mad’u menjadi tahu dan berubah sikap, pendapat dan perilakunya. 

Dakwah yang efektif itu suatu pesan baru dianggap komunikatif manakala dipahami oleh penerima pesan dan untuk menjadi pesan itu dipahami, komunikator harus memahami kondisi psikologis orang yang menjadi mad’u. Begitu pula seorang dai manakala ingin agar pesan dakwahnya dipahami maka dakwahnya harus disampaikan dengan pendekatan psikologis, yakni sesuai dengan cara berpikir dan merasa mad’u.

Untuk bisa dipercaya orang lain –dalam hal ini, mad’u– memerlukan bukan saja bisa/ dapat berbicara tetapi juga memerlukan “penampilan” yang meyakinkan. “He doesn’t communicate what he says, he communicates what he is”, tidak dapat menyuruh mad’u hanya memerhatikan apa yang ia katakan, mad’u juga akan memerhatikan siapa yang mengatakan. “Terkadang ‘siapa’ lebih penting dari ‘apa’”. Slogan yang dulu mengatakan “dengar pembicaranya, bukan melihat orangnya” mulai dijungkirbalikkan dengan “siapa yang berbicara”. 

Dalam mendukung psikologi komunikator yang diaplikasikan dalam kehidupan seorang dai yaitu komponen ethos, pathos dan logos. Ketiga aspek ini penting tertanam dalam diri dai agar tingkat kredibelitas mad’u terhadapnya terjalin.

Salah satu dai yang bisa dijadikan contoh adalah Ustadz Hanan Attaki, Lc.. Beliau adalah aktivis dakwah (dai) yang digandrungi para remaja karena penyampaiannya yang gaul dan mampu memposisikan diri di lingkungan remaja.

Ethos

Psikologi dakwah merupakan alat bantu bagi seorang dai untuk  memahami pengertian tentang penyampaian dakwah kepada sasaran agar mampu memberikan dorongan, mengadakan perubahan, mengingatkan dan mengarahkan serta memberikan keyakinan kepada tujuan dakwah. Untuk itu dalam penyampaian psikologi dakwah seorang dai harus mempunyai komponen ethos yakni sumber kepercayaan bahwa seorang dai menjadi insan kepercayaan bagi mad’u.

Dengan adanya teori psikologi komunikator, Ustadz Hanan Attaki sebagai orang yang bisa dipercayai apa yang dibicarakan mengacu pada komponen ethos. Ethos diartikan sebagai sumber kepercayaan yang ditunjukkan oleh seorang orator (komunikator) bahwa ia memang pakar dalam bidangnya, sehingga oleh karena ahli, maka ia dapat dipercaya. (Effendy, 2002) 

Dimensi ethos yang haru dimiliki dai, setidaknya terdiri atas:

  • Kredibelitas
Kredilitas adalah keahlian atau kepercayaan sebagai seorang dai agar dapat nilai dari masyarakat ataupun jamaah. Kredibelitas yang tertanam dalam diri dai, yakni:
  1. Berdakwah itu harus dimulai dari diri sendiri (ibda’ binafsik) dan menjadikan keluarga sebagai contoh bagi masyarakat. Sebelum berdakwah kepada orang lain benahi diri sendiri dan keluarga untuk menjadi suri tauladan agar santri tahu prilaku kita dan mempercayai apa yang disampaikan beliau sama dengan tingkah lakunya.
  2. Dalam menjalankan aktifitas dakwah, seorang dai harus memiliki mental yang baik, dimana siap menerima resiko apabila dakwahnya tidak diterima oleh mad’u.
  3. Dai harus mempunyai ilmu pengetahuan yang luas jangan sampai seorang dai sedikit ilmu pengetahuan karena ilmu adalah bagian yang terpenting dalam penyampaian dakwah seorang dai. Adakalanya mad’u mengajukan pertanyaan pada acara pengajian atau ketika sesudah selesai berdakwah seorang dai harus siap menjawab agar komunikasi antara dai dan mad’u efektif.
  4. Dai harus mengetahui pikiran dan keadaan masyarakat sehingga kebenaran Islam bisa disampaikan dengan logika masyarakat, sebagaimana sabda Nabi: “Nazziluunnaas ‘ala Qodri Uqulihim”. Seorang dai harus mengetahui pada kapasitas ilmu juga berbicara di luar keilmuannya, kalau tidak tahu katakan tidak tahu jangan sampai menyesatkan orang dengan fatwa-fatwa saja.
  • Atraksi
Atraksi merupakan daya tarik dai yang bersumber dari daya tarik (fisik). Seorang komunikator atau dai disenangi dan dikagumi yang memungkinkan pandangan menerima kepuasaan dengan kata lain pandangan tunduk terhadap pesan yang dikomunikasikan dai. Daya tarik fisik adalah salah satu yang dapat menyebabkan mad’u merasa tertarik kepada komunikator.

Kesamaan antara dai dan mad’u akan lebih memudahkan pesan diterima. Establishing Common Ground dilakukan Ustadz Hanan Attaki dengan menggunakan pakaian muslim biasa, atau bahkan kaos dengan kopiah kekinian (lebih terlihat seperti topi). Ini tidak seperti para dai kebanyakan yang menggunakan gamis, sorban, dan kopiah. Adapun gestur (bahasa tubuh) dan mimik dalam berdakwah yakni pose beliau sangat sederhana, santai, dan tenang –cenderung seperti obrolan para remaja.

  • Kekuasaan
Aspek lainnya dari ethos yang tidak kalah penting dalam berdakwah agar bisa dipercaya adalah kekuasaan. Kekuasan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Kekuasaan menyebabkan dai dapat memaksakan kehendaknya kepada orang lain karena memiliki sumber daya yang sangat penting. Adanya kekuasaan bagi Ustadz Hanan Attaki karena memang beliau founder gerakan dakwah kreatif pemuda di Bandung, yaitu Shift @pemudahijrah. Jadi, tidak ayal jika Hanan Attaki dapat dipercaya para mad’u, pun ditunjang dengan latar belakang pendidikan yang baik, lulusan Universitas Al-Azhar Kairo.

Pathos

Pathos adalah kekuatan yang dimiliki oleh seorang tokoh dalam mengendalikan emosi khalayak. Komponen pathos ditunjukkan oleh seorang komunikator dengan gaya dan bahasa yang membangkitkan kegairahan yang berkobar-kobar kepada mad’u.

Dalam penyajian dakwah, ustadz Hanan Attaki sesekali memasukkan humor di dalamnya dan tidak jarang memasuki wilayah emosional mad’u sehingga mereka menjadi baper (bawa perasaan). Ia pun memiliki kemampuan mengolah materi yang ‘kolot’ dengan model anak muda zaman sekarang, sehingga para mad’u menikmati kegiatan dakwah hingga selesai.

Logos

Logos adalah kekuatan yang dimiliki seorang tokoh karena argumentasinya dalam berbicara kepada orang lain. Kriteria ini ditunjukkan oleh seorang komunikator bahwa uraian masuk akal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan mad’u.

Menurut para mad’u bahwa setiap Ustadz Hanan Attaki menyampaikan ilmu, selalu masuk akal, mudah dipahami dan sesuai realita sehingga dapat meyentuh hati tentunya dengan demikian mad’u mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga aspek psikologi komunikator ini adalah penting untuk membangun citra yang baik dan dapat dipercayai komunikan. Terlebih lagi, pada era sekarang seorang dai selaku komunikator dalam dakwah cukup sulit merangkul para mad’u karena harus menghadapi arus globalisasi yang pesat dan pola hidup era milenial yang hedonis dan jauh dari tuntunan agama. Branding diri seorang dai menjadi kunci utama untuk menaklukkan itu semua yaitu dengan “senjata” ethos, pathos, dan logos.

You May Also Like

0 komentar